Oleh: Wiratmadinata, S.H., M.H.
Apakah gerak langkah pemerintah Aceh saat ini sudah pada posisi seirima dengan arah baru yang dijalankan pemerintahan baru Jokowi? Mari kita periksa.
Dalam pidato awalnya sebagai Presiden RI periode 2019 – 2024 Jokowi menegaskan “performance” pemerintahan yang akan dibangun, yaitu yang berkerja keras, berkerja cepat dan produktif.
Untuk itu, Presiden Jokowi mengajak seluruh Anggota kabinetnya keluar dari jebakan rutinitas yang monoton dengan menghadirkan nilai-nilai baru, cara-cara baru dalam mengelola negara, sehingga inovasi tidak sekedar menjadi pengetahuan tapi juga budaya.
Dengan pendekatan itu Pak Jokowi percaya akan dapat memberi hasil yang nyata, sehingga rakyat dapat menikmati pelayanan, menikmati pembangunan.
Karena itulah, Jokowi juga mendorong dilakukan penyederhanaan regulasi sekaligus birokrasi sehingga kecepatan kerja dapat diakselerasikan.
Merespon arah baru tersebut, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, sebagaimana dipublikasikan media, berkomitmen untuk menghilangkan “feodalisme” di kalangan birokrat. Menurutnya, “feodalisme” itu menghambat pelayanan publik yang sejati.
Gebrakan yang akan dilakukan Mendagri Tito bukan hanya kepada jajaran birokrat di pusat saja, mantan Kapolri itu juga ingin mengubah pola pikir para kepala daerah dan ASN di daerah. Ia ingin para kepala daerah dan ASN tidak lagi berpikir untuk dilayani, tetapi seharusnya melayani.
Sementara itu, dalam konferensi pers bersama Wakil Presiden dan jajaran menteri di Kantor Wakil Presiden di Jakarta, Jumat (1/11), Mendagri meminta program pengentasan kemiskinan dan stunting harus masuk di APBD.
Pasalnya, dua program tersebut dinilai sangat berkaitan dengan program prioritas nasional yang berkenaan dengan pembangunan sumber daya manusia (SDM) unggul dan berkualitas. Ini juga sesuai arahan Presiden pada priode keduanya ini.
Kembali ke pertanyaan di awal, apakah gerak langkah pemerintah Aceh saat ini sudah “selangkah seayunan”, dengan arah baru yang akan dilakukan pemerintahan Jokowi? Marilah kita periksa lagi.
Perintah agar pejabat dan ASN Aceh untuk berkerja cepat dan tepat secara gamblang kembali disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Ir., Nova Iriansyah, MT., pada pelantikan dr. Taqwallah, M. Kes sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh difinitif, pada 1 Agustus 2019 silam.
Kepada Sekda Aceh difinitif, Nova Iriansyah meminta untuk memperbaiki kinerja pejabat dan ASN di lingkungan Pemerintah Aceh sehingga dapat segera menuntaskan kerja penyusunan RAPBA-P 2019 sekalian dgn RAPBA 2020.
Sebelumnya, Plt., Gubernur Aceh sudah melakukan pengondisian agar pejabat dan ASN siap berkerja cepat dengan menjalankan gerakan Bersih, Rapi, Indah dan Hijau atau yang dikenal dengan B.R.I Hijau, yang kemudian berganti nama menjadi Gerakan BEREH (Bersih, Rapi, Estetis dan Hijau).
Paska dilantik, intruksi Plt., Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, MT., juga langsung ditindaklanjuti oleh Sekda Aceh dengan langkah pembekalan kepada pejabat di lingkungan Pemerintah Aceh secara sistematis.
Hasilnya, dalam waktu yang tidak terlalu lama gerak cepat ini berbuah hasil. Kerja penuntasan RAPBA-P bisa diselesaikan dan pengesahan RAPBA 2020 bisa dicapai lebih cepat. Selanjutnya dalam pelaksanaannya nanti juga diharapkan cepat dan tepat sasaran.
Plt., Gubernur Aceh melalui Sekda Aceh juga melakukan gebrakan penyerahan SK., Kenaikan Pangkat TMT 1 Oktober 2019 tanpa harus melalui proses berbelit sebagaimana umum dialami oleh ASN sebelum-sebelumnya.
Gerakan BEREH, dengan dukungan Bupati-Walikota, juga dilakukan di kabupaten – kota. Kantor Desa, Kantor Kecamatan, Sekolah SLTA, dan Pukesmas didorong untuk menghadirkan lingkungan tempat kerja yang bersih, rapi, estetis dan hijau agar masyarakat dapat menikmati pelayanan maksimal.
Demikian juga dalam usaha mengejar idikator RPJM Aceh 2017 – 2022, khususnya untuk penurunan angka kemiskinan. Perubahan kinerja ASN diharapkan dapat memberi penekanan yang lebih besar bagi menurunnya angka kemiskinan di Aceh. Untuk itu, Dana Desa juga didorong untuk dapat memberi manfaat bagi penurunan angka kemiskinan, langsung di desa-desa yang ada di seluruh Aceh.
Lebih utama lagi, strategi pemerintah Aceh untuk menurunkan angka kemiskinan juga dilakukan dengan pendekatan “pentahelix”, atau yang kerap disebut pendekatan kolaboratif. Untuk itu, dengan perbaikan kinerja ASN dalam melayani diharapkan para pihak memiliki daya tarik untuk berinvestasi di Aceh.
Guna menekan angka kemiskinan, Pemerintah Aceh juga menunjukkan keberpihakannya kepada pertumbuhan ekonomi di usaha mikro, kecil, dan menengah. Produk-produk lokal akan lebih diutamakan sehingga dapat menggairahkan warga untuk bergerak dalam berbagai kegiatan ekonomi.
Tidak hanya itu, intervensi terhadap kemiskinan juga dilakukan dengan konsep ekonomi yang lebih terpadu berbasis kawasan. Misalnya Kawasan Ekonomi Khusus berbasis pertanian, perkebunan dan wisata juga mulai dirintis. Begitu juga dengan pemberdayaan wilayah kepulauan, yg selama ini relatif jauh dari tentang kendali, mukai digairahkan lagi dengan menghadirkan kapal penyeberangan. Saat ini Ada tiga pembangunan kapal Ferry Roro yang sedang dalam tahap konstruksi.
Kepedulian Pemerintah Aceh terhadap stunting juga makin maksimal. Aceh yang sudah menetapkan “2022 bebas stunting” sudah semakin giat melakukan ragam pendekatan guna memastikan Aceh benar-benar bebas stunting pada 2022. Bahkan, dalam rapat kerja lanjutan Sekda Aceh di seluruh Aceh, ikut disosialisaikan gerakan bebas stunting.
Dengan begitu, arah kerja periode kedua Jokowi bersama Ma’ruf Amin yang didukung oleh menteri-menteri yang baru saja dilantik, termasuk wakil menteri, sesuai dengan gerak Aceh. Sudah selayaknya Pemerintah Aceh, bergerak “seirama seayunan langkah” dengan Pemerintahan baru Jokowi, dalam priode yg sedang berjalan ini.[]
Penulis adalah Staff Khusus & Jurubicara Pemerintah Aceh.